Singa dari Timur [2]

14516452_343624955972980_6569925828177896061_nBismillah

***

“Dan jika kalian berpaling (dari jalan yang benar) niscaya Dia akan menggantikan kalian dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan (durhaka) seperti kalian.” [QS. Muhammad: 38]

Imam Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kaum yang lain adalah orang-orang yang lebih mentaati Allah Swt (Tafsir Al-Qurthubi 8/235). Menurut Imam al-Mubarakfuri, Allah akan menjadikan sebuah kaum sebagai ganti kalian (bangsa Arab muslim), mereka akan mentaati Allah, tidak sebagaimana kalian yang berpaling dari mentaatiNya. (Tuhfat al-Ahwazi Syarh Sunan al-Tirmidzi, 8/114). Imam al-Syaukani dalam tafsirnya mengatakan, “Jika kalian berpaling dari keimanan dan ketakwaan, niscaya Allah akan menggantikan kalian dengan kaum yang lain. Mereka akan menggantikan posisi kalian, dan mereka lebih bertaqwa kepada Allah melebihi kalian. Mereka tidak akan seperti kalian yang berpaling dari keimanan dan ketaqwaan.”

Imam Hasan al-Basri menyatakan mereka adalah bangsa Ajam. Mujahid berpendapat bahwa mereka adalah bangsa manusia manapun yang dikehendaki Allah. Ikrimah berpendapat bahwa mereka adalah bangsa Persia dan Romawi. Ibnu Abbas berpendapat mereka adalah orang-orang Anshar. Lebih spesifik lagi, Syuraih bin ‘Ubaid menyatakan mereka adalah para sahabat Anshar dari Yaman (kaum Asy’ari, kaumnya sahabat Abu Musa al-Asy’ari an-Anshari).

Dari Abu Hurairah Ra ia berkata, Rasulullah Saw bersabda: “Sekiranya agama itu berada pada bintang Tsurayya, niscaya ia akan bisa digapai oleh seorang laki-laki dari keturunan Persia “atau beliau bersabda: orang-orang dari keturunan Persia-” (HR. Bukhari: Kitab at-Tafsir no. 4898 dan Muslim: Kitab Fadhail as-Shahabah no. 2546)

Di tulisan sebelumnya, kita sudah membahas tentang kaum yang terganti dan menggantikan, mengenal A’immatul ‘ilm wa A’immatul hadits dari bumi Khurasan, serta sedikit tentang penjaga ahlu sunnah wal-jama’ah dari dataran Al-Hind, Darul Ulum Deoband. Sebelum saya lanjutkan tentang Singa-Singa dari Timur yang akan membawa panji-panji hitam (pembuka jalan bagi kekhilafahan ‘ala minhajin nubuwwah), yang berba’iat pada Imam Mahdi dan ikut berperang bersama Nabi Isa As, ada baiknya kita pahami dulu seperti apa karakteristik thaifah manshurah, ashabu royati suud yang dimaksud.

Pertama, berada di atas kebenaran. Mereka adalah ahlu sunnah wal jama’ah sejati. Siapa ahlu sunnah wal jama’ah itu?

Ahlu Sunnah Wal Jama’ah adalah mereka yang memegang kuat (mengamalkan) sunnah Rasulullah dalam keseharian, [baik suroh (penampilan), siroh (adab-adab, perilaku, dan akhlak), dan sariroh (risau pikir)], serta mengikuti pemahaman umat muslim mayoritas (assawadul a’dzom). Prinsip Ahlu Sunnah Wal Jama’ah adalah al-Tawasuth (tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrem), al-Tawazzun (seimbang dalam segala hal), al-I’tidal (tegak lurus). Rasulullah pernah bersabda bahwa Umatku tidak akan berkumpul dalam kesesatan. Siapa umat muslim mayoritas dan bagaimana pemahamannya? Untuk mengetahui jawabannya, kita perlu melihat pusat-pusat keilmuwan Islam Klasik di seluruh dunia sejak abad pertengahan hingga sekarang. Maka akan kita temukan madrasah-madrasah besar yang menjadi rujukan seperti Nizhamiyah di Baghdad sampai Khurasan, Al-Mustanshiriyah di Irak-Baghdad, Al-Qarawiyyin di Fez-Maroko, Al-Azhar di Kairo-Mesir, Sankore di Timbuktu-Mali-Afrika Barat, Al-Nashriyah di Andalusia-Spanyol, An-Nuriyah di Damaskus-Syria, Az-Zaitun di Tunisia, Darul Musthafa di Tarim-Hadramaut-Yaman, serta Darul Ulum Deoband di India. Kurikulum yang diajarkan di madrasah-madrasah besar itu adalah ajaran ahlu sunnah wal jama’ah mengikuti pemahaman Asy’ariyah-Maturidiyyah dalam Aqidah (Allah ada tanpa tempat dan ruang), taqlid pada salah satu imam madzhab dalam praktik Fiqh (Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabilah), serta mengamalkan tasawwuf (Shaykh Junaid Al-Baghdadi dan Imam Al-Ghazali). Jika Asy’ariyah Maturidiyyah sesat, taqlid madzhab itu berlebihan, dan tasawwuf bid’ah, maka itu adalah bencana bagi ummat, karena merekalah mayoritas.

Lalu timbul pertanyaan dari beberapa orang/golongan yang ‘telat mikir’, “Apakah Aqidah Rasulullah dan Sahabat dulu sama dengan Aqidah Asy’ariyah Maturidiyah?” Jawabannya ya, prinsip-prinsipnya sama, kaidah-kaidahnya persis, ajarannya sesuai, tapi penisbatan pada Asy’ariyah-Maturidiyyah jelas tidak ada di zaman Rasulullah dan Sahabat, (hehe, yaiyalah secara) karena paham Asy’ariyah dan Maturidiyyah baru muncul di akhir abad ke-3 Hijriah. Yang dimaksud aqidah adalah keyakinan, dasar-dasar, prinsip-prinsip, dan kaidah-kaidah dalam bertauhid. Penisbatan itu hanya pembeda (mengikuti pemahaman) dan sebagai ungkapan terima kasih pada Imam Abu Hasan Al-Asy’ari As-Syafi’i (Iraq) dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi Al-Hanafi (Samarqand) yang telah merumuskan kaidah-kaidah dalam Aqidah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah di tengah maraknya firqah sesat yang merusak umat Muslim saat itu (mu’tazilah, qaramithah, jahmiyah, mujassimah, dsb). Siapapun yang pemahaman aqidah-nya sama dengan pemahaman Asy’ariyah Maturidiyah, maka ia sejalan dengan pemahaman Rasulullah, Sahabat, dan salafus-sholeh.

Sama halnya dengan madzhab fiqh, para imam madzhab [Imam Abu Hanifah (Iraq), Imam Malik ibn Anas (Madinah), Imam Asy-Syafi’i (Palestina), Imam Ahmad ibn Hanbal (Iraq)] bukannya membuat ajaran baru dalam praktik-praktik fiqh, semua yang diijtihadkan tetaplah berdasarkan Al-Quran dan Al-Hadits, sama dengan yang dilakukan oleh Rasulullah Saw dan Sahabat R.hum sehari-hari, namun kaidah-kaidahnya baru dirumuskan di masa mereka sebagai upaya memudahkan memahami dan mempraktikkannya (khususnya bagi kalangan awam).

Yang terakhir tasawwuf, apakah Rasulullah dan Sahabat mengamalkannya? Ya, mereka adalah sufi yang sesungguhnya. Zahid, ‘abid, ahli dzikir, ahlu shuffah, yang tidak kesan pada dunia tapi juga tidak meremehkannya, yang mencintai akhirat dan berusaha meraihnya, yang menjaga ibadahnya dan memperindah akhlaknya, yang mengamalkan sunnah dan taat pada syari’atNya. Itulah sufi sejati. Hanya saja di zaman Rasulullah dan sahabat dulu tidak ada istilah tasawwuf. Istilah itu muncul pada abad ke-2 Hijriah, saat itu kekuasaan Islam telah menyebar dan orang-orang sudah mulai mengejar dunia dan melupakan akhirat, sehingga muncullah usaha para ulama untuk mengingatkan ummat tentang arti hidup lewat ajaran tasawwuf. Fokusnya adalah pensucian hati dan perbaikan akhlak. Di dalamnya ada dzikir, ikhlas, zuhud, taubat, mujahadah, doa, ihsan, akhlak, sunnah, syari’ah, usaha mendekatkan diri pada Allah Swt. Maka penisbatan Naqshbandiyah, Qadiriyah, Chistiyah, Suhrawardiyah, Syadziliyah, ‘Alawiyah, Syattariyah, Tijaniyah, adalah upaya mengikuti jalan (thariqah) dari mashaykh/mursyid yang sanad (silsilahnya) muttashil (bersambung) sampai kepada Nabi Muhammad Saw tanpa mengabaikan syari’at sedikit pun (mu’tabar). Sama halnya dengan cabang-cabang ilmu yang lain (sharraf, nahwu, tajwid, fiqh, ushul fiqh) yang baru dirumuskan kaidah-kaidahnya dan diajarkan setelah masa Rasulullah dan Sahabat. Apakah ilmu-ilmu itu sama dengan yang digunakan oleh Rasulullah dan Sahabat? Jawabannya tentu iya, kaidah dan esensinya sama, dasar dan prinsipnya persis, namun penamaan (istilah) cabang ilmu itu baru muncul kemudian.

Jadi, kalau ada anak ‘kemaren sore’ yang baru belajar agama (dari Shaykh Google dan Mufti Youtube) dengan semangat berapi-api mengatakan bahwa Asy’ariyah Maturidiyyah itu sesat dan Tasawwuf bid’ah, ya maklumi saja, dia baru lahir… kuper sejarah. Kalaupun ada yang mengaku-aku ahlu sunnah wal jama’ah tapi tidak mengikuti kaidah dan prinsip-prinsipnya, maka sungguh ia telah berdusta. Sama halnya dengan menisbatkan diri pada Asy’ariyah-Maturidiyyah, dan mengaku bermadzhab, namun tidak memahami dan mengamalkan kaidah dan prinsip-prinsipnya, maka ia bukan ahlu sunnah wal jama’ah.

Kedua, ashabul/ahlu hadits. Mereka yang mengumpulkan, menghafal, mentahqiq, mentakhrij, mengajarkan, mempelajari, serta mengamalkan hadits dan sunnah termasuk ke dalam golongannya.

Imam Abdullah ibn Mubarak berkata, “Menurut saya, mereka adalah ashabul hadits”. Imam Ahmad ibn Hanbal berkata, “Jika mereka bukan ashabul hadits, saya tidak tahu lagi siapakah mereka.” Imam Ali ibn Al-Madini, guru Imam Bukhari berkata, “Mereka adalah ashabul hadits yang menjaga madzhab Rasulullah, membela ilmu dan menyampaikan sunnah Rasul kepada masyarakat. Kalau bukan lewat perantaraan mereka, niscaya kita tidak akan mendapatkan sedikit pun sunnah Nabi.” Imam Bukhari berkata, “Yaitu ashabul hadits,” beliau juga berkata “Mereka adalah ahlul ilmi (para Ulama).” Imam Ahmad ibn Sinan Al-Wasithi berkata, “Mereka adalah ahlul ilmi dan ashabul atsar.”

Imam An-Nawawi dalam Faidhul Qadir Syarh Jami’ Shagir (6/514) menjelaskan, “Boleh jadi thaifah manshurah ini tersebar di antara banyak golongan kaum mukmin. Di antara mereka ada para pemberani yang berperang, para fuqaha’, para ahli hadits, orang-orang yang zuhud, orang-orang yang beramar ma’ruf nahi munkar, dan juga pelaku kebaikan lainnya dari kalangan kaum mukmin. Mereka tidak mesti berkumpul di suatu daerah, namun bisa saja mereka berpencar di berbagai penjuru dunia.”

Ketiga, Mujaddid. Maksudnya adalah kelompok umat Islam yang memegang peranan at-tajdid, yaitu menghidupkan kembali ajaran-ajaran Islam yang telah dilalaikan umat, meluruskannya, dan mengenalkan/mendakwahkan kembali ajaran-ajaran Islam yang mulai ‘asing’.

Dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini pada setiap penghujung seratus tahun orang yang memperbaharui (menghidupkan kembali) ajaran agama umat ini.”

Imam Ibn Hajar Al-Asqalani, Adz-Dzahabi, Ibnu Katsir, Al-Munawi, An-Nawawi, Ibn Atsir Al-Jazri, dan As-Saharanfuri menyatakan bahwa Mujaddid yang dijanjikan bisa saja hanya seorang pribadi, dan bisa juga kelompok. Bisa saja beberapa orang mujaddid hidup terpencar, bukan dalam satu kelompok.

Keempat, meraih kemenangan sampai hari kiamat.

Dalam hadits Mughirah ibn Syu’bah diterangkan, “Mereka akan senantiasa menang, sampai datang urusan Allah dan mereka masih dalam keadaan menang.”

Dalam hadits Abu Umamah dengan lafadz على الدين ظاهرين “Di atas Dien, mereka meraih kemenangan.”

Lafadz ظاهر “dzahir” dalam hadits ini selain kemenangan juga bisa bermakna jelas, terang, dan tidak tersembunyi. Maksudnya mereka memiliki tertib-tertib dan manhaj yang jelas, terorganisir, tidak ada yang ditutup-tutupi, dikenal oleh umat.

Kelima, ahlu dakwah. Mereka menegakkan dan memperjuangkan agama Allah, mengajak/mendakwahkan Islam ke penjuru dunia, hingga kalimat thayyibah tegak di setiap jengkal bumi. Yang bersabar atas segala ujian (celaan dan makian) dan tetap teguh dalam keimanan, ketaatan, dan ketaqwaan.

Dari kelima karakteristik thaifah manshurah tersebut, serta berdasarkan hadits-hadits futuristik akhir zaman tentang Kaum yang Menggantikan, keberadaan Darul Ulum Deoband di India (yang kini madrasahnya telah menyebar ke Afrika Selatan, UK, USA, hingga Malaysia) patut menjadi perhatian. Darul Ulum Deoband adalah penjaga Ahlu Sunnah Wal-Jama’ah di wilayah Timur yang memadukan ta’lim (keilmuan), da’wah (menyampaikan), dan tazkiyah (tasawwuf) secara seimbang. Pusat studi hadits dunia juga telah berpindah ke Indian Subcontinent (India-Pakistan-Bangladesh). Dari sanalah mutiara-mutiara berkilauan, para pembaharu (mujaddid) bermunculan, ahlu hadits (Shah Waliyullah Dehlawi), ahlu dakwah (Muhammad Ilyas Al-Kandahlawi), ahlu tasawwuf (Imam Rabbani Shaykh Ahmad Sirhindi), dll.

Di India, banyak keturunan Rasulullah Saw dan Sahabat R.hum yang masih menjaga nasabnya. Mereka menggunakan gelar Sayyid (keturunan Rasulullah Saw) di depan nama mereka, dan menggunakan gelar Siddiqi (keturunan Abu Bakr Ra), Faruqi/’Umari (keturunan Umar bin Khattab Ra), Utsmani (keturunan Utsman bin ‘Affan Ra), serta Anshari (keturunan Abu Ayyub al-Anshari Ra) di belakang nama mereka.

Keturunan Siddiqi banyak tersebar di Nanauta, Jinjhana dan Kandhala. Keturunan Anshari di Gangoh, Saharanpur dan Ambahta. Keturunan Sayyid dan Uthmani di Deoband. Keturunan Faruqi di Thana Bhawan. Imam Rabbani Syaikh Ahmad al-Faruqi as-Sirhindi (naqshbandi mujaddidi) merupakan keturunan Umar bin Khattab Ra. Keturunan ini banyak juga terdapat di Sirhind, India. Qutb ad-Din Ahmad Waliyullah bin ‘Abd ar-Rahim al-‘Umari ad-Dehlawi, keturunan Umar bin Khattab Ra. Keluarga ini juga banyak terdapat di Delhi, India.

Legasi Deobandi dari kalangan ahlul bayt:
1. Sayyid Muhammad Anwar Shah al-Kashmiri
2. Sayyid Husain Ahmad al-Madani
3. Sayyid Abu al-Hasan ‘Ali an-Nadwi
Dll.

Pasukan panji hitam Bani tamim dari Khurasan yang akan menjadi pembuka jalan dan pembela imam Mahdi -menurut sebagian ulama- adalah klan/keturunan dari Abu Bakr As-Siddiq Ra, sahabat terbaik dan terpercaya Rasulullah Saw. Bahkan dalam sebuah haditsnya, Rasulullah pernah berkata bahwa jika ada orang terbaik sesudahku, dia adalah Abu Bakr Ra. Qadarullah, di bumi India, di tengah rusaknya ummat saat itu, seorang bangsa ‘Ajam yang meneruskan kembali kerja dakwah para Nabi yang mulai ditinggalkan, lahir dari nasab mulia Sahabat Abu Bakr Ra, beliau ialah Muhammad Ilyas Al-Kandahlawi. Sebuah skenario yang akan kembali terulang di akhir zaman, bahwa jalinan nasab merekalah yang nantinya akan mengembalikan kekhilafahan ‘ala minhajin nubuwwah (InsyaAllah). Al-Mahdi yang berasal dari ahlu bait, keturunan Nabi mulia Muhammad Saw, serta Muhammad Ilyas Al Kandahlawi (baik keturunannya ataupun penerus dakwahnya) sang bani tamim, yang mengalir dalam tubuhnya darah sahabat tercinta Rasulullah: Abu Bakr As Siddiq Ra, yang risau fikirnya sama dengan risau fikir para Nabi, yang kala itu di zamannya bersamaan juga dimulai ‘dakwah’ iblis dengan era kegelapannya: Aleister Crowley (bapak Satanisme modern). Pertarungan ini akan terus berlanjut hingga waktu yang dijanjikan.

Dari Tsauban maula Rasulullah Saw bersabda, “Akan berperang tiga orang di sisi perbendaharaanmu. Mereka semua adalah putera khalifah. Tetapi tak seorang pun di antara mereka yang berhasil menguasainya. Kemudian muncullah panji-panji hitam dari arah Timur, lantas mereka membunuhmu dengan suatu pembunuhan yang belum pernah dialami oleh kaum sebelummu.” Kemudian Rasulullah menyebutkan sesuatu yang aku tidak hafal, lalu bersabda, “Maka jika kamu melihatnya, berbai’atlah kepadanya walaupun dengan merangkak di atas salju.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim)

Nabi Saw bersabda, “Jika kamu semua melihat panji-panji Hitam datang dari arah Khurasan, maka sambutlah ia walaupun kamu terpaksa merangkak di atas salju. Sesungguhnya di tengah-tengah panji-panji itu ada Khalifah Allah yang mendapat petunjuk”. Maksudnya ialah al-Mahdi. (HR. Ibn Majah, Abu Nu’aim, dan Al-Hakim)

***

Al-Faqeerah ila Rabbiha
Khaleeda

#Khurasan #PanjiHitam #BaniTamim #PostApocalypse #UlamaDeoband#NonArab

***

Setelah scroll ke atas, dan digabung sama tulisan sebelumnya, baru nyadar kalo ternyata postingannya panjaaaang… kalo yang baca mau mabok mabok aja, haha! Tapi saya senang kok nulisnya 🙂 *sambil berpikir lanjutannya, hehe.. insyaAllah.

About Khaleeda

Setitik debu yang semoga bisa ngelilipin mata Dajjal | Sunni | Ash'ari-Shafi'i-Naqshbandi Mujaddidi | Tablighi | Dragon Slayer | Slave of Allah
This entry was posted in Sebungkus Kado. Bookmark the permalink.

Leave a comment